*TINGKATAN PUASA* _*Ihya ‘Ulum ad-Din*_, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali
*TINGKATAN PUASA*
Dalam kitab _*Ihya ‘Ulum ad-Din*_, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali membagi orang yang berpuasa menjadi tiga kelompok dengan tingkatannya masing-masing, yaitu:
- puasa awam ( _shaum al-‘awam_),
- puasa orang istimewa ( _shaum al-khawash_) dan
- puasa orang yang sangat istimewa ( _shaum khawash al-khawash_).
*1. Puasanya awam ( _shaum al-‘awam_)*
Menurut al-Ghazali, puasa awam adalah tingakatan puasa yang paling rendah.
Pasalnya, dalam puasanya tersebut seorang Muslim hanya menahan dirinya dari makan, minum, dan berhubungan suami-istri.
Namun diluar itu, sikap, tingkah laku, perbuatan, perkataan dan gerak gerik yang dilakukannya selama berpuasa masih belum dipuasakannya.
Dia berpuasa, tapi tidak mampu menjaga lisannya untuk tidak berbohong, menipu, menggunjing, mengumpat atau membicarakan aib orang lain.
Dia pun tidak mampu menjaga matanya untuk tidak melihat apa yang dilarang Allah SWT.
Dia berpuasa, tapi masih mencuri, mengambil yang bukan haknya, dan melakukan tindakan keji lainnya.
Singkatnya, seorang Muslim berpuasa, namun dia tidak mampu menjaga anggota badannya untuk tidak melakukan hal-hal yang sia-sia dan bermaksiat kepada Allah SWT.
Padahal, di antara adab puasa ialah menahan pandangan dari yang haram, dan menjaga lisan dari menggangu orang lain berupa perkataan yang haram, makruh, atau perkataan yang tidak berguna, serta menjaga seluruh anggota badannya dari perbuatan dosa.
*2. Puasa orang istimewa ( _shaum al-khawash_)*
Puasa orang istimewa adalah tingkatan puasa yang lebih tinggi dari puasa awam.
Sebab, pelakunya tidak hanya menahan diri dari makan, minum dan syahwat, melainkan juga memelihara seluruh panca indra dan anggota tubuhnya dari perbuatan maksiat dan dosa ( _kaffu al-jawarih ‘an al-atsam_).
Mereka mampu mempuasakan mata, telinga, tangan, kaki, hidung dan indera yang lain dari larangan Allah.
Mereka juga berusaha untuk tidak berkata bohong, menggunjing, ghibah, dan perbuatan lainnya, yang dapat mengurangi nilai puasa mereka.
Puasa tingakatan ini juga disebut puasanya orang-orang shalih ( _shaum ash-shalihin_).
Menurut al-Ghazali, puasa tingkatan ini tidak akan dicapai secara sempurna kecuali setelah melewati enam perkara sebagai prasayaratnya.
*Pertama*, menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan.
*Kedua*, menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan mengharuskan berdiam diri, menggunakan waktu untuk berzikir kepada Allah serta membaca al-Qur’an.
*Ketiga*,menjaga pendengaran dari kata-kata yang tidak baik.
*Keempat*, mencegah anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa.
*Kelima*, tidak berlebih-lebihan dalam berbuka, hingga perutnya kekenyangan.
*Keenam*, hatinya senantiasa diliputi rasa cemas ( _khauf_) dan harap ( _raja'_) karena tidak diketahui apakah puasanya itu diterima atau tidak oleh Allah SWT.
*3. Puasa orang yang sangat istimewa ( _shaum khawash al-khawash_)*
Tingkatan tertinggi adalah puasanya orang yang sangat istimewa ( _shaum khawash al-khawash_) yaitu, mereka yang selain berhasil mencapai tingkat kedua, juga mampu memuasakan hatinya dari segala keinginan yang hina dan segala pikiran duniawi, serta mencegah secara total dari memikirkan sesuatu selain Allah SWT ( _shaum al-qalbi ‘an al-himam al-duniyah wa al-afkar al-dun¬yawiyah wakaffahu ‘amma siwa Allah bi al-kulliyyah_).
Menurut al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasa para Nabi, Shiddiqqin, dan Muqarrabin.
Orang-orang yang telah mencapai level ini adalah mereka yang senantiasa merasa diawasi Allah.
Mereka telah mencapai derajat _al-ihsan_, karena beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah atau merasa diawasi Allah.
Dengan begitu, mereka pun terjaga dari maksiat, dosa dan perkara-perkara yang dimurkai Allah, sekecil apapun itu.
**
Saudara-riku tercinta... mari kita berusaha meningkatkan kualitas puasa kita dari waktu ke waktu... mulai dari sekarang...
😊❤💕
Dalam kitab _*Ihya ‘Ulum ad-Din*_, Hujjatul Islam Imam al-Ghazali membagi orang yang berpuasa menjadi tiga kelompok dengan tingkatannya masing-masing, yaitu:
- puasa awam ( _shaum al-‘awam_),
- puasa orang istimewa ( _shaum al-khawash_) dan
- puasa orang yang sangat istimewa ( _shaum khawash al-khawash_).
*1. Puasanya awam ( _shaum al-‘awam_)*
Menurut al-Ghazali, puasa awam adalah tingakatan puasa yang paling rendah.
Pasalnya, dalam puasanya tersebut seorang Muslim hanya menahan dirinya dari makan, minum, dan berhubungan suami-istri.
Namun diluar itu, sikap, tingkah laku, perbuatan, perkataan dan gerak gerik yang dilakukannya selama berpuasa masih belum dipuasakannya.
Dia berpuasa, tapi tidak mampu menjaga lisannya untuk tidak berbohong, menipu, menggunjing, mengumpat atau membicarakan aib orang lain.
Dia pun tidak mampu menjaga matanya untuk tidak melihat apa yang dilarang Allah SWT.
Dia berpuasa, tapi masih mencuri, mengambil yang bukan haknya, dan melakukan tindakan keji lainnya.
Singkatnya, seorang Muslim berpuasa, namun dia tidak mampu menjaga anggota badannya untuk tidak melakukan hal-hal yang sia-sia dan bermaksiat kepada Allah SWT.
Padahal, di antara adab puasa ialah menahan pandangan dari yang haram, dan menjaga lisan dari menggangu orang lain berupa perkataan yang haram, makruh, atau perkataan yang tidak berguna, serta menjaga seluruh anggota badannya dari perbuatan dosa.
*2. Puasa orang istimewa ( _shaum al-khawash_)*
Puasa orang istimewa adalah tingkatan puasa yang lebih tinggi dari puasa awam.
Sebab, pelakunya tidak hanya menahan diri dari makan, minum dan syahwat, melainkan juga memelihara seluruh panca indra dan anggota tubuhnya dari perbuatan maksiat dan dosa ( _kaffu al-jawarih ‘an al-atsam_).
Mereka mampu mempuasakan mata, telinga, tangan, kaki, hidung dan indera yang lain dari larangan Allah.
Mereka juga berusaha untuk tidak berkata bohong, menggunjing, ghibah, dan perbuatan lainnya, yang dapat mengurangi nilai puasa mereka.
Puasa tingakatan ini juga disebut puasanya orang-orang shalih ( _shaum ash-shalihin_).
Menurut al-Ghazali, puasa tingkatan ini tidak akan dicapai secara sempurna kecuali setelah melewati enam perkara sebagai prasayaratnya.
*Pertama*, menahan pandangan dari segala hal yang dicela dan dimakruhkan.
*Kedua*, menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia, berdusta, mengumpat, berkata keji, dan mengharuskan berdiam diri, menggunakan waktu untuk berzikir kepada Allah serta membaca al-Qur’an.
*Ketiga*,menjaga pendengaran dari kata-kata yang tidak baik.
*Keempat*, mencegah anggota tubuh yang lain dari perbuatan dosa.
*Kelima*, tidak berlebih-lebihan dalam berbuka, hingga perutnya kekenyangan.
*Keenam*, hatinya senantiasa diliputi rasa cemas ( _khauf_) dan harap ( _raja'_) karena tidak diketahui apakah puasanya itu diterima atau tidak oleh Allah SWT.
*3. Puasa orang yang sangat istimewa ( _shaum khawash al-khawash_)*
Tingkatan tertinggi adalah puasanya orang yang sangat istimewa ( _shaum khawash al-khawash_) yaitu, mereka yang selain berhasil mencapai tingkat kedua, juga mampu memuasakan hatinya dari segala keinginan yang hina dan segala pikiran duniawi, serta mencegah secara total dari memikirkan sesuatu selain Allah SWT ( _shaum al-qalbi ‘an al-himam al-duniyah wa al-afkar al-dun¬yawiyah wakaffahu ‘amma siwa Allah bi al-kulliyyah_).
Menurut al-Ghazali, tingkatan puasa yang ketiga ini adalah tingkatan puasa para Nabi, Shiddiqqin, dan Muqarrabin.
Orang-orang yang telah mencapai level ini adalah mereka yang senantiasa merasa diawasi Allah.
Mereka telah mencapai derajat _al-ihsan_, karena beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah atau merasa diawasi Allah.
Dengan begitu, mereka pun terjaga dari maksiat, dosa dan perkara-perkara yang dimurkai Allah, sekecil apapun itu.
**
Saudara-riku tercinta... mari kita berusaha meningkatkan kualitas puasa kita dari waktu ke waktu... mulai dari sekarang...
😊❤💕
posted from Bloggeroid
Komentar
Posting Komentar