K.H. Abdul Aziz Manshur
RINDU KH. MOH. ABDUL AZIZ MANSHUR
===============================
Disarikan dari status facebook fathurrahman Hadi, santri Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi-ien Pacul Gowang Diwek Jombang
SOSOK & SISI LAIN
KH. MOH. ABDUL AZIZ MANSHUR
Bagi para santri Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyi-ien yang diasuh oleh KH. Moh. Abdul Aziz Manshur, tentu tidak mudah untuk melupakan moment yang terjadi di pertengahan tahun 2013, tepatnya pada bulan Juli ketika KH. Moh. Abdul Aziz Manshur melaksanakan ibadah Umroh ke tanah suci.
Petang itu, sebelum membaca surat Yasin sebagi rutinitas aurod yang dibaca seusai sholat maghrib, KH. Moh. Abdul Aziz Manshur dawuh kepada para santri dan jamaah dibelakangnya “Santri-santri sesuk mari shubuh aku pamit pengen budal umroh, kowe kabeh tak peseni ojo metu-metu, sing anteng nang pondok selama aku gak ono”. Kurang lebih demikian, pesan yang disampaikan beliau kepada santrinya.
Satu minggu berlalu, aktifitas para santri di dalam pondok Pacul Gowang yang diasuh KH. Moh. Abdul Aziz Manshur pun berbeda-beda. Sebagian ada yang tetap khusyu’ melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti biasanya. Mereka yang berlaku demikian tentu ngugemi (baca:memegang teguh) betul apa yang didawuhkan sang kyai, namun tak sedikit pula santri yang menjadikan perginya KH. Moh. Abdul Aziz Manshur sebagai kesempatan aji mumpung.
Seakan mengetahui hal ihkwal para santrinya di pondok, ba’da sholat Jum’at tiba-tiba terdengar suara speaker dari pengurus pondok yang menyuruh semua santri untuk berkumpul di dalam masjid, karena Romo Kyai di Makkah akan menelepon. Sontak, para santripun bergegas dan berbondong-bondong memadati masjid. Satu minggu pasca sang maha guru tak ada, mungkin membuat mereka rindu akan sosok penyejuk jiwa yang kini sedang jauh dari pelupuk mata.
Selang beberapa waktu lamanya para santri menunggu dalam keheningan, berjubel dan berdesakan dengan tujuan yang sama untuk mengobati hati akan kerinduan, suara yang dinanti-nantikan itupun akhirnya terdengar sebagai penenang rasa bimbang.
“Assalamu’alaikum” Suara pelan salam KH. Moh. Abdul Aziz Manshur di seberang telephone memecah keheningan dalam kerumunan itu.
Dengan serempak, tanpa menunggu komando, para santripun menjawab salam sang maha guru “Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh”.
Namun, belum lama rasa lega para santri ini menyapa, mereka segera dikejutkan gambaran suasana syahdu akan sosok kyai yang tidak ada di depan mata, bagaimana tidak terharu, suara KH. Moh. Abdul Aziz Manshur di dalam telephone terdengar sesenggukan karena sedang menangis.
Sambil dawuh isakan itu mengatakan “santri-santri, saiki aku nang Masjidil Haram, wis ayo saiki aku tak ndungo, kowe kabeh ngamini teko kono.”
Hati mana yang tak merasa haru jika mendengar suara tangis orang yang selama ini dirindu. Sang kyai seakan tahu betul, bahwa doa adalah cara terbaik untuk menyampaikan untaian kata yang tak mungkin bisa sampai ketika ada penyekat dari dua jiwa yang tak mampu bersua. Bak dibungkam lautan dan gelombang cinta tak bertepi, para santri sirep (baca: hening) dan tertunduk khusyu’ mengamini doa sang maha guru.
Begitulah sosok kepribadian KH. Moh. Abdul Aziz Manshur, pendidik sejati bagi para santri, ayah rohani bagi jiwa para pencari jati diri. Semoga uswah yang telah beliau ajarkan bisa kita tiru dan teladani, amin, teriring do’a untuk sang maha guru Allah yarhamuhu.
إن الله يغفر له ويرحمه ويعلى درجاته فى الجنة وينفعنا بأسراره وعلومه ونفحاته فى الدارين، آمين
وإلى حضرته الفاتحة.......
Komentar
Posting Komentar