NISFU SYA'BAN
Nabi MUHAMMAD صلى الله عليه وسلم
Bersabda tentang Nisfu Sya'ban :
Bersabda tentang Nisfu Sya'ban :
يَطَّلِعُ اللَّهُ إِلَى جَمِيعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ ، فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Allah mendatangi terhadap seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban, kemudian Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik atau orang yang bermusuhan.”
(HR Al-Thabrani)
(HR Al-Thabrani)
Beberapa hari lagi, umat Islam akan memasuki salah satu malam yang istimewa yakni malam pertengahan bulan Sya’ban (nishfu Sya’ban). Sedangkan pada tanggal 15 bulan Sya’ban merupakan hari bersejarah bagi umat Islam yang tidak boleh dilupakan, hari dimana diturunkannya perintah untuk memindahkan arab qiblat umat Islam dari Baitul Muqaddas yang berada di Palestina ke Masjidil Haram (Ka’bah) yang berada di Makkah. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada tahun ke 8 Hijriyah.
DIANTARA KEISTIMEWAAN
Menurut Imam Al-Syafi’I rahimahullah, malam nishfu Sya’ban merupakan malam yang istimewa karena do’a pada malam tersebut mustajab.
DIANTARA KEISTIMEWAAN
Menurut Imam Al-Syafi’I rahimahullah, malam nishfu Sya’ban merupakan malam yang istimewa karena do’a pada malam tersebut mustajab.
أن الدعاء يستجاب فى خمس ليال أول ليلة من رجب وليلة نصف شعبان وليلتى العيد وليلة الجمعة
“Sesungguhnga do’a dikabulkan pada 5 malam yaitu awal bulan Rajab, malam nishfu Sya’ban, malam ‘Idul Fitri, malam ‘idul Adlha dan malam Jum’at”
Beberapa keterangan dari ulama menyebutkan bahwa malam nishfu Sya’ban merupakan malam yang paling utama setelah Lailatul Qadr, dan juga merupakan malam dimana amal-amal dilaporkan kepada Allah SWT (laporan tahunan).
Selain itu, pada malam nishfu Sya’ban, Allah SWT juga menurunkan rahmat-Nya ke langit paling bawah dan mengampuni dosa-dosa semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyahin (penebar kebencian sesama umat Islam).
AMALIYAH MALAM NISHFU SYA’BAN
Pada malam nisyfu Sya’ban dianjurkan memperbanyak do’a, sebab do’a malam tersebut mustajab. Dan juga amaliyah-amaliyah lain seperti dzikir, shalawat, istighafar dan shalat sunnah. Semua itu dalam rangka menghidupkan malam nishfu Sya’ban dan merupakan perkara yang masyru’ disyari’atkan). Imam Ibnu Majjah meriwayatkan didalam kitab sunannya bahwa Rasulullah SAW bersabda :
إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله ينـزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر لى فأغفر له ألا مسترزق فأرزقه ألا مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر
“Apabila telah datang malam Nishfu Sya’ban, maka beribadahlah pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, sesungguhnya (rahmat) Allah turun pada malam itu ke langit yang paling bawah ketika terbenamnya matahari, kemudian Allah menyeru “Adakah orang yang meminta maaf kepadaku, maka akan Aku ampuni. Adakah yang meminta rizqi, maka Aku akan melimpahkan rizqi kepadanya. Adakah orang yang sakit, maka akan Aku sembuhkan”. Dan hal-hal yang lain sampai terbitnya fajar”
Nabi SAW juga bersabda :
Nabi SAW juga bersabda :
إن الله ليطلع ليلة النصف من شعبان فيغفر لجميع خلقه, إلا لمشرك أو مشاحن
“Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya pada malam Nishfu Sya’ban kemudian Ia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan musyachin (orang munafik yang menebar kebencian antar sesama umat Islam)”
Hadits yang kedua ini juga riwayatkan oleh Imam Ibnu Majjah dengan kualitas yang hasan. Dan hadits yang senada juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Hibban dalam kitab shahihnya,
إن الله ليطلع إلى خلقه ليلة النصف من شعبان فيغفر لعباده إلا اثنين: مشاحن, أو قاتل نفس
“Sesungguhnya Allah memperhatikan hambanya pada malam Nishfu Sya’ban kemudian Ia akan mengampuni semua makhluk-Nya kecuali dua orang, yaitu musyachin (orang munafik yang menebar kebencian antar sesama umat Islam) dan orang yang bunuh diri”
Masih banyak riwayat-riwayat yang menuturkan tentang malam nishfu Sya’ban, satu sama lain saling menguatkan sehingga bisa mengangkat (menaikkan kualitas) derajat hadits yang lemah menjadi hasan (hasan li-ghayrihi).
Membaca Yasin 3 Kali
Diantara amaliyah yang biasa dilakukan oleh umat Islam adalah membaca surah Yasin 3 kali. Pembacaan surah Yasin ini dilakukan setelah shalat Maghrib, tepatnya setelah shalat sunnah ba’diyah Maghrib dengan niat tersendiri,
- Pertama, memohon kepada Allah agar diberikan umur yang panjang dalam keta’atan dan kekuatan iman.
- Kedua, memohon kepada Allah agar di jaga dari segala macam bala’ (penyakit) serta memohon agar segala hajarnya dikabulkan oleh Allah
- Ketiga, memohon kekayaan hati kepada Allah serta husnul Khotimah.
Amaliyah pembacaan Yasin 3 kali ini merupakan amaliyah yang dianjurkan atas petunjuk para ulama (ijtihad para ulama), disamping memang pada dasarnya membaca Yasin (surah Al-Qur’an) merupakan hal yang baik.
Syaikh Ahmad Ad-Dairobiy didalam kitabnya, Fathul Malikul Majid (19) mengatakan :
(ومن خواص صورة يس) كما قال بعضهم أن تقرأها ليلة النصف من شعبان ثلاث مرات الأولى بنية طول العمر والثانية بنية دفع البلاء والثالثة بنية الإستغناء عن الناس.
“Diantara keistimewaan surat Yasin, sebagaimana menurut sebagian para Ulama, adalah dibaca pada malam Nishfu Sya’ban sebanyak 3 kali. Yang pertama dengan niat meminta panjang umur, kedua niat terhindar dari bencana dan ketiga niat agar tidak bergantung kepada orang lain”
Demikian juga Syaikh Al-Hut al-Bairutiy didalam Asnal Mathalib fi Ahaditsi Mukhtalifatil Maratib (234) juga memberikan komentar,
وأما قراءة سورة يس ليلتها بعد المغرب والدعاء المشهور فمن ترتيب بعض أهل الصلاح من عند نفسه قيل هو البونى ولا بأس بمثل ذلك
“Adapun pembacaan surat Yasin pada malam Nishfu Sya’ban setelah Maghrib dan do’a yang masyhur, termasuk amaliyah dari sebagian ulama, dikatakan bahwa ia adalah Syaikh Al-Buni, dan tidak masalah melakukan hal tersebut”.
Shalat Sunnah Malam Nishfu Sya’ban
Shalat sunnah yang dikerjakan pada malam nishfu Sya’ban adalah hakikatnya shalat sunnah Muthlaq, shalat sunnah yang tidak terikat dengan batasan waktu atau boleh dikerjakan kapan saja, kecuali pada waktu-waktu yang dilarang untuk shalat.
Dan malam nishfu Sya’ban bukan merupakan termasuk waktu yang dilarang untuk melakukan shalat sunnah muthlaq. Sehingga melarang pelaksanaan shalat nishfu Sya’ban sama halnya melarang pelaksaaan shalat sunnah Mutlak.
Dan malam nishfu Sya’ban bukan merupakan termasuk waktu yang dilarang untuk melakukan shalat sunnah muthlaq. Sehingga melarang pelaksanaan shalat nishfu Sya’ban sama halnya melarang pelaksaaan shalat sunnah Mutlak.
Terkait hal ini, terdapat hadits yang dikatakan mursal jayyid, diriwayatkan Imam Al-Baihaqi yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW shalat pada malam nishfu Sya’ban.
عن السيدة عائشة رضى الله عنها قالت: قام رسول الله صلى الله عليه وسلم من الليلى فصلى فأطال السجود حتى ظننت أنه قد قبض فلما رأيت ذلك قمت حتى حركت ابهامه فتحرك فرجعت فسمعته يقول فى سجوده أعوذ بعفوك من عقابك وأعوذ برضاك من سخطك وأعوذ بك منك إليك لا أحصى ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك. فلما رفع رأسه من السجود وفرغ من صلاته قال يا عائشة أو يا حميراء أظننت أن النبى صلى الله عليه وسلم قد خاس بك؟ قلت لا والله يا رسول الله ولكنى ظننت أنك قد قبضت لطول سجودك فقال أتدرين أى ليلة هذه قلت الله ورسوله أعلم قال هذه ليلة النصف من شعبان إن الله عز وجل يطلع على عباده فى ليلة النصف من شعبان فيغفر للمستغفرين ويرحم المسترحمين ويؤخر أهل الحقد كما هم. رواه البيهقى من طريق العلاء بن الحارث عنها وقال هذا مرسل جيد
“Rasulullah bangun di tengan malam kemudian beliau salat, kemudian sujud sangat lama, sampai saya menyangka bahwa beliau wafat. Setelah itu saya bangun dan saya gerakkan kaki Nabi dan ternyata masih bergerak. Saya kembali lagi dan saya mendengar Rasul berdoa… kemudian Rasul bangkit dari sujudnya selesai melakukan shalatnya”, kemudian Nabi berkata “Wahai Aisyah, apakah kamu mengira Aku berkhianat padamu?”, saya berkata “Demi Allah tidak, wahai Rasul, saya mengira engkau telah tiada karena sujud terlalu lama. Rasul bersabda “Tahukauh kamu malam apa sekang ini?” Saya menjawab “Allah dan Rasulnya yang tahu”. Rasulullah bersabda “ini adalah malam Nishfu Sya’ban, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memperhatikan hamba-hamba-Nya pada malam Nishfu Sya’ban, Allah akan mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang meminta dikasihani, dan Allah tidak akan memprioritaskan orang-orang pendendam”.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa para Imam Madzhab, seperti Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal mengkategorikan hadis Mursal sebagai hadis yang dapat diterima (Hadis Maqbul) bila memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya Sahabat atau Tabiin yang digugurkan dari sanad merupakan seorang yang dikenal kredibilitasnya, tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih shahih dan sebagainya, sebagaimana yang tercantum dalam kitab-kitab Ulumul Hadits.
Sehingga, tepatlah apa yang dituturkan oleh seorang Ibnu Taimiyyah didalam Al-Fatawa Al-Kubra terkait shalat malam nishfu Sya’ban, sebagai berikut :
Sehingga, tepatlah apa yang dituturkan oleh seorang Ibnu Taimiyyah didalam Al-Fatawa Al-Kubra terkait shalat malam nishfu Sya’ban, sebagai berikut :
إذا صلى الإنسان ليلة النصف وحده، أو في جماعة خاصة كما كان يفعل طوائف من السلف، فهو أحسن
“Apabila seseorang shalat pada malam nishfu Sya’ban secara sendiri atau berjama’ah secara khusus, sebagimana hal itu telah biasa dilakukan oleh sekelompok-sekelompok salafush shaleh, maka itu ahsan (bagus)”
FATWA SYAIKH 'ALI JUM'AH (MUFTI NEGERI MESIR)
Malam Nisfu Sya'ban merupakan malam yang penuh keberkahan. Keutamaan malam itu disebutkan dalam banyak hadis yang saling menguatkan. Mengadakan peringatan dan menghidupkan malam Nisfu Sya'ban adalah amalan yang sesuai dengan tuntunan agama. Hadis-hadis tentang keutamaan malam tersebut tidak termasuk hadis-hadis yang sangat dha'if atau maudhu'.
Di antara hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya'ban ini adalah Hadis Ummul Mukminin Aisyah r.a., dia berkata,
Malam Nisfu Sya'ban merupakan malam yang penuh keberkahan. Keutamaan malam itu disebutkan dalam banyak hadis yang saling menguatkan. Mengadakan peringatan dan menghidupkan malam Nisfu Sya'ban adalah amalan yang sesuai dengan tuntunan agama. Hadis-hadis tentang keutamaan malam tersebut tidak termasuk hadis-hadis yang sangat dha'if atau maudhu'.
Di antara hadis-hadis yang menyebutkan keutamaan malam Nisfu Sya'ban ini adalah Hadis Ummul Mukminin Aisyah r.a., dia berkata,
فَقَدْتُ النَّبِيَّ -صلى الله عليه وآله وسلم- ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَخَرَجْتُ أَطْلُبُهُ فَإِذَا هُوَ بِالْبَقِيعِ رَافِعٌ رَأْسَهُ إِلَى السَّمَاءِ، فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ، أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ؟ فقُلْتُ: وَمَا بِي ذَلِكَ، وَلَكِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ، فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فَيَغْفِرُ لأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعَرِ غَنَمِ كَلْبٍ
"Pada suatu malam, saya tidak mendapati Rasulullah saw.. Lalu saya keluar kamar untuk mencarinya. Akhirnya, saya mendapati beliau di pekuburan Baqi' sedang menengadahkan wajahnya ke langit. Beliau lalu berkata, "Apakah kamu khawatir kalau Allah dan Rasul-Nya berbuat zalim terhadapmu?" Saya menjawab, "Mengapa saya bisa berpikir seperti itu? Saya hanya mengira bahwa engkau pergi ke salah satu istrimu." Lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya rahmat Allah SWT turun ke langit dunia pada malam Nisfu Sya'ban dan mengampuni hamba-hamba-Nya lebih banyak dari jumlah bulu kambing pada kabilah Bani Kalb." (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Bani Kalb adalah kabilah yang terkenal mempunyai kambing paling banyak. Dan juga riwayat dari Muadz bin Jabal r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda,
إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا يَوْمَهَا؛ فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ: أَلاَ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ ؟ أَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ ؟ أَلاَ مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ ؟ أَلاَ كَذَا أَلاَ كَذَا ...؟ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
"Jika datang malam Nisfu Sya'ban, maka laksanakanlah salat pada malamnya dan berpuasalah pada siangnya. Karena sesungguhnya rahmat Allah turun ke langit dunia ketika matahari tenggelam pada malam itu. Allah berkata, "Adakah seseorang yang meminta ampunan sehingga Aku ampuni. Adakah seseorang yang meminta rezeki sehingga Aku beri rezeki. Adakah seseorang yang sakit sehingga Aku sembuhkan penyakitnya. Adakah orang yang demikian? adakah orang yang demikian? Dan seterusnya hingga terbit fajar." (HR. Ibnu Majah).
Juga tidak apa-apa membaca surat Yâsîn sebanyak tiga kali setelah salat Magrib dengan suara keras dan bersama-sama. Karena, hal itu masuk dalam perintah menghidupkan malam Nisfu Sya'ban tersebut. Terdapat kelapangan dalam tata cara berzikir. Mengkhususkan tempat atau waktu tertentu untuk melakukan amalan ibadah secara terus menerus adalah dibolehkan selama pelakunya tidak meyakini bahwa amalan tersebut adalah wajib dan tidak boleh ditinggalkan.
Dalam hadis riwayat Abdullah bin Umar r.a., dia berkata,
Juga tidak apa-apa membaca surat Yâsîn sebanyak tiga kali setelah salat Magrib dengan suara keras dan bersama-sama. Karena, hal itu masuk dalam perintah menghidupkan malam Nisfu Sya'ban tersebut. Terdapat kelapangan dalam tata cara berzikir. Mengkhususkan tempat atau waktu tertentu untuk melakukan amalan ibadah secara terus menerus adalah dibolehkan selama pelakunya tidak meyakini bahwa amalan tersebut adalah wajib dan tidak boleh ditinggalkan.
Dalam hadis riwayat Abdullah bin Umar r.a., dia berkata,
كَانَ النَّبِيُّ -صلى الله عليه وآله وسلم- يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا
"Nabi saw. mendatangi masjid Quba pada setiap hari Sabtu sambil berjalan kaki atau menunggangi hewan tunggangan." (Muttafaq alaih).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani (pengarang Fathul Bari Syarh shahih Bukhari) berkomentar,
وفي هذا الحديث على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحة والمداومة على ذلك
"Hadis ini, dengan berbagai jalur periwayatannya, menunjukkan kebolehan mengkhususkan hari-hari tertentu untuk melaksanakan amalan saleh secara terus menerus."
Ibnu Rajab, dalam kitab Lathâif al-Ma'ârif, berkata, "Ada dua pendapat para ulama negeri Syam tentang menghidupkan malam Nisfu Sya'ban. Pendapat pertama menyatakan dianjurkan menghidupkannya secara bersama-sama dalam masjid. Pada malam itu, Khalid bin Mi'dan, Lukman bin 'Amir dan lainnya memakai pakaian terbaiknya, menggunakan minyak wangi dan celak mata lalu berdiam di dalam masjid. Ishaq bin Rahawaih menyetujui amalan itu. Dia juga menyatakan bahwa melaksanakan salat secara berjamaah pada malam itu di masjid bukan termasuk amalan bid'ah. Hal ini sebagaimana dinukil oleh Harb al-Kirmani dalam kitab al-Masâi. Pendapat kedua menyatakan bahwa berkumpul di masjid pada malam Nisfu Sya'ban untuk melakukan salat, memberikan nasehat dan berdoa adalah perbuatan makruh. Tapi, jika seseorang melakukan salat secara sendiri maka tidak dimakruhkan. Ini adalah pendapat Awza'i, pemimpin ulama dan ahli fikih negeri Syam."
Dengan demikian, menghidupkan malam Nisfu Sya'ban adalah amalan yang disyariatkan, bukan bid'ah ataupun makruh. Dengan catatan bahwa hal itu dilakukan tanpa keyakinan bahwa hal itu wajib dilaksanakan. Jika kegiatan itu dilakukan dengan memaksa orang lain untuk ikut melaksanakannya dan menyalahkan mereka jika tidak mengikutinya, maka hal itu menjadi amalan bid'ah karena telah mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya saw.. Inilah sebab yang membuat beberapa ulama salaf membenci (menganggap makruh) menghidupkan malam Nisfu Sya'ban secara berjamaah. Jika tidak ada paksaan atau anggapan kewajiban melaksanakannya, maka tidak apa-apa.
Ibnu Rajab, dalam kitab Lathâif al-Ma'ârif, berkata, "Ada dua pendapat para ulama negeri Syam tentang menghidupkan malam Nisfu Sya'ban. Pendapat pertama menyatakan dianjurkan menghidupkannya secara bersama-sama dalam masjid. Pada malam itu, Khalid bin Mi'dan, Lukman bin 'Amir dan lainnya memakai pakaian terbaiknya, menggunakan minyak wangi dan celak mata lalu berdiam di dalam masjid. Ishaq bin Rahawaih menyetujui amalan itu. Dia juga menyatakan bahwa melaksanakan salat secara berjamaah pada malam itu di masjid bukan termasuk amalan bid'ah. Hal ini sebagaimana dinukil oleh Harb al-Kirmani dalam kitab al-Masâi. Pendapat kedua menyatakan bahwa berkumpul di masjid pada malam Nisfu Sya'ban untuk melakukan salat, memberikan nasehat dan berdoa adalah perbuatan makruh. Tapi, jika seseorang melakukan salat secara sendiri maka tidak dimakruhkan. Ini adalah pendapat Awza'i, pemimpin ulama dan ahli fikih negeri Syam."
Dengan demikian, menghidupkan malam Nisfu Sya'ban adalah amalan yang disyariatkan, bukan bid'ah ataupun makruh. Dengan catatan bahwa hal itu dilakukan tanpa keyakinan bahwa hal itu wajib dilaksanakan. Jika kegiatan itu dilakukan dengan memaksa orang lain untuk ikut melaksanakannya dan menyalahkan mereka jika tidak mengikutinya, maka hal itu menjadi amalan bid'ah karena telah mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya saw.. Inilah sebab yang membuat beberapa ulama salaf membenci (menganggap makruh) menghidupkan malam Nisfu Sya'ban secara berjamaah. Jika tidak ada paksaan atau anggapan kewajiban melaksanakannya, maka tidak apa-apa.
Komentar
Posting Komentar